MEMULIAKAN TAMU DALAM PERSPEKTIK KOMUNIKASI ISLAM

[vc_row][vc_column][vc_custom_heading text=”Dr. Mohd. Rafiq, S.Ag.,M.A” font_container=”tag:h2|text_align:center|color:%233faa05″][vc_text_separator title=”Wakil Dekan bidang Akademik FDIK IAIN Padangsidimpuan” color=”vista_blue” style=”shadow” border_width=”9″][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column width=”1/3″][vc_single_image image=”11979″ img_size=”medium” alignment=”center” style=”vc_box_shadow_3d”][/vc_column][vc_column width=”2/3″][vc_wp_text]Islam adalah agama yang sempurna, karena kehadirannya menjadi rahmad bagi seluruh alam semesta dan mengatur segala sisi kehidupan. Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, akan tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dengan sesama makhluk-Nya, terutama hubungan dengan sesama manusia. Salah satu rahmat tersebut yaitu perintah untuk memuliakan tamu tanpa memandang dari agama dan golongan manapun. Menghormati dan memuliakan tamu serta memberi jamuan kepada tamu, merupakan kebiasaan sudah berkembang sejak lama, sebelum risalah Nabi Muhammadn diturunkan. Yang pertama kali melakukan perbuatan yang mulia ini, ialah Nabi Ibrâhiim Khalîlur Rahmân Alaihissalam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan: “Orang yang pertama kali memberi suguhan kepada tamu adalah nabi Ibrâhîm as.

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Sesungguhnya memberi jamuan kepada tamu (dhiyâfah) termasuk sunnah (tradisi) Nabi Ibrâhîm yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan umatnya untuk mengikuti millah (ajaran) beliau. Di sini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah ini (surat adz-Dzâriyât/51: 24-27.) sebagai pujian dan sanjungan bagi beliau”.[/vc_wp_text][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column][vc_tta_tabs style=”modern” shape=”square” color=”green” spacing=”4″ gap=”1″ autoplay=”3″ active_section=”1″ pagination_style=”flat-square” pagination_color=”sandy-brown”][vc_tta_section title=”Halaman 1″ tab_id=”1543573635766-28f62ff5-0821″][vc_wp_text]Memang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya, dititahkan untuk mengikuti ajaran-ajaran Nabi Ibrâhîm Alaihissalam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrâhîm seorang yang hanif,” dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb”. [an-Nahl/16:123].

Dalam rangka mengikuti syariat Nabi Ibrahim tersebut untuk memuliakan tamu Rasulullah Saw. Bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ  [رواه البخاري ومسلم]

Artinya: Barangsiapa beriman kepda Allah dan Hari Akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.

Tamu adalah orang yang berkunjung atau mengunjungi seseorang, lembaga atau instusi tertentu, baik baik dengan maksud tertentu atau hanya sekerdar bersilaturrahim, baik yang dikenal atau tidak dikenal, baik Muslim atau bukan, baik yang di undang maupun yang tidak di undang. Saling berkunjung sesama kerabat, teman maupun sejawat merupakan kebiasaan yang tak bisa dihindari. Keinginan berkunjung dan dikunjungi selalu ada di dalam kehidupan ini. Demikianlah, suatu saat kita akan kedatangan tamu, baik diundang maupun tidak. Bahkan pada momen-momen tertentu, kedatangan tamu sangat sangat dinanti.

Islam mengajarkan bagi siapa saja yang menjadi tuan rumah, supaya menghormati tamu.  Dalam perspektif komuniksi Islam penghormatan itu tidak sebatas pada komunukasi verbal berupa tutur kata yang manis, halus, dan lembut (santun dan penuh penghormatan) dalam menyambutnya, akan tetapi, juga dalam bentuk komunikasi non-verbal; yaitu dengan perbuatan yang menyenangkan. Misalnya dengan memberikan jamuan, meski hanya sekedarnya, wajah yang berseri, hangat menyenangkan dan dihiasi dengan senyuman yang tulus.[/vc_wp_text][/vc_tta_section][vc_tta_section title=”Halaman 2″ tab_id=”1543573635766-d19060a5-b125″][vc_wp_text]

  • Memuliakan Tamu Menggukan Komunkasi Verbal.

Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dilakukan dengan mengunakan bahasa tertentu, baik dilakukan dengan lisan atau tulisan. Bahasa dalah alat komunikasi yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Islam mengajarkan agar kita menggunakan bahasa dalam berkomunikasi dengan penuh kesantunan, baik, halus, penuh penghormatan, mudah difahami sesuai dengan konteks komunikasi yang sedang berlangsung. Dalam hal berkomunikasi dengan tamu tentu juga tidak jauh berbeda. Di antaranya al-Quran berbicara tentang qaulan sasidan (QS.4:9; 33:70), yaitu berbicara dengan penuh kejujuran, jauh kebohongan; qaulan ma’rufan (QS.4:5), yaitu komunikasi yang santun sesuai dengan adat badaya yang ada/ budaya lokal; qaulan balighan (QS.4:63), yaitu pembicaraan yang mengena, tepat sasaran dan membekas dalam jiwa sehingga mampu tertanam dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan karena menimbulkan kesan yang sangat mendalam; qaulan kariman (QS.17:23), yaitu kata-kata yang mulia dan penuh penghormatan.

Selain itu Rasullah Saw. Mengajarkan kepada kita bahwa, barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau kalau tidak bisa karena sesuatu hal, maka lebih baik dia diam.

  • Adab Berbicara (Komunikasi Verbal) dengan Tamu
  1. Menjawab salam. Salam merupakan ungkapan doa atau penghormatan yang di ucapkan seseorang terhadap orang lain baik dalam konteks agama maupun dalam konteks budaya. Oleh karenanya Islam mengajarkan kepada kita agar kita menjawab salam orang yang mengucapkan salam. Menjawab salam para tamu tidak hanya sebatas konteks Assalamu’alaikum saja, akan tetapi juga dalam kontes budaya yang ada;  salam penghormatan yang ada di Sumatera Utara misalnya: Horas, Jahobu, mejuah-juah dan lain lain. Hal ini sesuai dengan pesan Allah di dalam al-Quran Surah an-Nisa’/4: 86 yang Artinya: Apabila diucapkan kepadamu suatu salam penghormatan, maka balaslah salam penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.

Hal ini juga merupakan bagian dari prinsip komunikasi Islam; qaulan ma’rufan – ‘urf  yang berarti komunikasi berdasarkan kebiasaan, adat  dan budaya yang ada dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.[/vc_wp_text][/vc_tta_section][vc_tta_section title=”Halaman 3″ tab_id=”1543573649072-afb08758-6439″][vc_wp_text]Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas , bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi Saw., Beliau bersabda yang Artinya “Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal” Dalam kontek ini kiranya tuan rumah hendaknya mengucapkan kata selamat datang dirumah/kediaman kami, kami merasa sangat terhormat dan sangat senang atas kedatang tuan.

Mengajak tamu berbicara dengan tutur kata yang sopan dan lemah-lembut serta tidak menghardik dan mencelanya. Perlu diperhatikan disini, bahwa kadang kala ada tamu yang sangat kita harapkan dan senangi kehadirannya, adapula yang tidak diharapkan kehadirannya. Tamu yang diharapkan kehadirannya, biasanya kita berkata sopan dan lemah lembut. Akan tetapi terhadap tamu yang tidak diharapkan kehadirannya terkadang kita berkata kasar, mecela dan menghardiknya. Allah mengingatkan kita di dalam QS. Al-Isra’/17: 28 yang artinya: “Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka perkataan yang pantas. Ayat ini menjelaskan bahwa, apabila ada tamu datang ke tempat kita baik keluarga, kerabat, handai taulan, maupun peminta-minta yang ingin meminta bantuan (materi/non materi) atau meminjam uang tetapi kita tidak mampu membantu atau memberikannya maka kita dilarang untuk mencela, menghina dan mencelanya melainkan hendaklah mengucapkan qaulan maisuran; kata yang pantas, tidak menyakitkan hati mereka.

Adab Memuliakan Tamu Secara Non-Verbal

Secara sederhana komunikasi non-verbal diartikan sebagai komunikasi yang dialakukan dengan tidak menggunakan kata-kata (bahsa) lisan atau tulisan. Dengan demikian komunikasi non-verbal dapat dilakukan dengan perbuatan dan sikap. Komunikasi non-verbal biasanya jauh lebih mengena dan lebih dapat dipercaya ketimbang komunikasi verbal. Rasullullah Saw. Menjelaskan dalam sebuah hadis; Lisanul hal afdhalu min lisanil maqal. Artinya: komunikasi non-verbal lebih utama daripada komunikasi verbal. Walaupun demikian bukan berarti komunikasi verbal tidak penting, karena tanpa komunikasi verbal sulit memahami makna yang sebenarnya, atau banyak hal yang sulit di kemunikasi kan secara non-verbal.

Ada beberapa adab komunikasi non-verbal yang harus diperhatikan dalam menghormati dan memuliakan tamu, di antaranya:

  1. Menjamu tamu. Menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:

Firman Allah yang artinya: “Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: “silahkan kalian makan?”(Qs. Adz-Dzariyat: 26-27). Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada tamunya.[/vc_wp_text][/vc_tta_section][vc_tta_section title=”Halaman 4″ tab_id=”1577779842544-07d93551-d0ac”][vc_wp_text]

  1. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:

مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا

Artinya:“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.

  1. Tidak mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
  2. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.
  3. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,

فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ

Artinya:“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27)

  1. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.
  2. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.
  3. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ

Artinya:“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.

  1. Tidak mengkhususkan menjamu orang-orang kaya saja, dan tidak mau menerima tamu orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ

Artinya:“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim).

  1. Menyiapkan ruangan dan tempat yang nyaman bersih dan wangi.

Semoga bermanfaat, amin.[/vc_wp_text][/vc_tta_section][/vc_tta_tabs][/vc_column][/vc_row]

Leave a Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.